Selasa, 24 September 2013

Suku Praigoli


    Suku Praigoli adalah suku pedalaman diwilayah Indonesia yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur Kab. Sumba Barat kec. Wanokaka terdapat kampung yang bernama kampung Praigoli. Sebuah desa adat yang masih melakukan tradisi tanpa pengaruh modernisasi, selain masyarakatnya yang masih tradisional, kampung ini meimiliki sebuah benda bersejarah berupa baru kubur yang telah berumur ratusan tahun. Konon katanya batu kubur tersebutdi bawa dari Sumba timur dari nenek moyang mereka hanya dengan menggunakan buntalan kapas.
   Di Suku Praigoli dalam penyambutan tamu disambut dengan tari Negu yaitu tarian penyambut oleh para wanita dan tari Kataga yaitu tarian penyambut oleh para pria. Kemudian tamu diberikan kain selendang dan dibawa kerumah Taribang yaitu rumah induk atau rumah adat suku praigoli, dirumah ini tamu diberikan sirih pinang sebagai sebuah sapaan untuk tamu, dan tamu akan diberi nama oleh sang pemilik rumah dan dengan hidung yang saling bersentuhan sebagai salam sumba mereka tetapi menurut adat mereka ketika seseorang diberikan nama, mereka harus mengorbankan darah hewan seperti babi contohnya. Dalam suku Praigoli, perempuan yang lebih tua dari kita di panggil inak dan laki-laki yang lebih tua dari kita di panggil amak.
     Suku Praigoli juga berternak tetapi tidak mereka dalam kandang melainkan mereka pelihara dan beri makan di bwaah kolong rumah mereka. Laki-laki dalam suku Praigoli ada aktivitas setiap harinya, yaitu membuat senjata yang berupa tombak yang disebut juga Tuku Nibu. Tuku nibu adalah tombak yang dibuat dari logam besi yang mereka bakar lalu di pukul-pukul menggunakan palu yang besar hingga logam tersebut menjadi tipis dan tajam.
      Suku Praigolo sering mencari Nyale dipagi hari di pantai, Nyale adalah cacing laut yang hanya muncul setahun sekali pada musim panen, dan nyale tersebut dibuat makanan yaitu Rodango Nyale, yaitu Nyale dan kelapa yang sudah dimasak sebagai makanan khas suku Praigoli.
        Dalam suku Praigoli ada yang namanya Pasola, yaitu kegiatan adat yang hanya dilakukan setahun sekali dengan saling lempar lembing antara dua kubu pada saat bulan purnama dan semakin banyak darah  yang bercucur dianggap semakin baik karena menandakan kesuksesan panen. Sejarahnya berawal dari seorang wanita dari kampung  Waykhuwang yang diculik oleh pria dari kamoung kodi hingga akhirnya muncullah pertikaian antara kedua desa tersebut.
         Setelah hari menjadi sore, para wanit suku Praigoli pergi mengambil air dengan alat yang disebut Arung tanah dan di letakkan diatas kepala mereka yang sama dengan kendi. Mereka mengambil air disebuah mata air yang bernama Mata wei teikapilit yang menjadi sumber penghidupan suku Praigoli.

0 komentar:

Posting Komentar